PENGHOBI lalapan pasti tahu dengan jengkol, petai dan kabau. Lalapan jenis ini dikenal luas oleh masyarakat Indonesia, kendati banyak yang tidak suka mengkonsumsinya, karena aroma yang menyengat.
Selain itu, banyak orang menghindari memakan lalapan ini, selain aromanya yang menyengat, juga menyebabkan bau mulut dan urine bau menyengat. Juga bisa menyebabkan penyakit yang disebut jengkolan.
Namun, bagi penggemar lalapan ini, hal itu tidak menjadi masalah. Jengkol, petai dan kabau khususnya di Sumatera Selatan, biasanya dijadikan lalapan saat makan dengan lauk pindang atau pun tempoyak.
Jengkol
Menurut Wikipedia.org, Jengkol atau jering (Archidendron pauciflorum, sinonim: A. jiringa, Pithecellobium jiringa, dan P. lobatum) adalah tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara. Bijinya digemari di Malaysia (disebut “jering”), Myanmar (disebut “da nyin thee’”), dan Thailand (disebut “luk-nieng” atau “luk neang”).
Jengkol termasuk suku polong-polongan (Fabaceae). Buahnya berupa polong dan bentuknya gepeng berbelit membentuk spiral, berwarna lembayung tua. Biji buah berkulit ari tipis dengan warna cokelat mengilap. Jengkol dapat menimbulkan bau tidak sedap pada urin setelah diolah dan diproses oleh pencernaan, terutama bila dimakan segar sebagai lalap.
Jengkol diketahui dapat mencegah diabetes dan bersifat diuretik dan baik untuk kesehatan jantung. Tanaman jengkol diperkirakan juga mempunyai kemampuan menyerap air tanah yang tinggi sehingga bermanfaat dalam konservasi air di suatu tempat.
Selain itu, jengkol sedikit beracun karena adanya kandungan asam jengkol, sebuah asam amino yang dapat menyebabkan jengkolan atau djenkolism. Gejala yang muncul antara lain terjadinya kejang otot, pirai, retensi urin, dan gagal ginjal akut.
Kondisi tersebut terutama dialami pria, dan tidak bergantung dari berapa jumlah biji yang disiapkan. Setiap individu dapat dapat mengonsumsi jengkol tanpa insiden, tetapi dapat mengalami gagal ginjal pada kesempatan yang lain.
Petai
Petai, pete atau mlanding (Parkia speciosa) merupakan pohon tahunan tropika dari suku polong-polongan (Fabaceae), anak-suku petai-petaian (Mimosoidae). Tumbuhan ini tersebar luas di Nusantara bagian barat. Bijinya, yang disebut “petai” juga, dikonsumsi ketika masih muda, baik segar maupun direbus.
Pohon petai menahun, tinggi dapat mencapai 20m dan kurang bercabang. Daunnya majemuk, tersusun sejajar. Bunga majemuk, tersusun dalam bongkol (khas Mimosoidae). Bunga muncul biasanya di dekat ujung ranting.
Buahnya besar, memanjang, betipe buah polong. Dari satu bongkol dapat ditemukan sampai belasan buah. Dalam satu buah terdapat hingga 20 biji, yang berwarna hijau ketika muda dan terbalut oleh selaput agak tebal berwarna coklat terang. Buah petai akan mengering jika masak dan melepaskan biji-bijinya.
Biji petai, yang berbau khas dan agak mirip dengan jengkol, dikonsumsi segar maupun dijadikan bahan campuran sejumlah menu. Sambal goreng hati tidak lengkap tanpa petai. Sambal petai juga merupakan menu dengan petai.
Biji petai biasanya dijual dengan menyertakan polongnya. Namun, pengemasan modern juga dilakukan dengan mengemasnya dalam plastik atau dalam stirofoam yang dibungkus plastik kedap udara.
Tanaman ini berbentuk pohon dengan tingginya menccapai 5-25 meter dan bercabang banyak, kulit batang berwarna coklat kemerahan- merahan, daunnya menyirip ganda, bunganya ditumbuhi benang-benang sari dan putik berwarna kuning dan berbentuk bongkol.
Petai memiliki beberapa jenis. Diantaranya petai gajah, yaitu tanaman petai yang setiap buahnya dapat berisi petai sebanyak 15-18 biji dan panjang buahnya mencapai 25-30 cm. Tanaman petai jenis kacang, yaitu tanaman petai yang setiap buahnya mengandung 10-12 biji dan panjang buahnya hanya sekitar 20 cm.
Menurut Dr. Aminuddin AHK dari Departement of Physiologi Medical Faculty of Universitas Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur bahwa petai dapat digunakan sebagai obat : anemia, stress, sindroma pramenstruasi, depresi, sakit perut, cacingan dan beberapa gangguan kesehatan lainnya.
Kabau
Kabau adalah lalapan sejenis petai dan jering. Namun kabau kurang dikenal dibandingkan jengkol dan petai.
Tanaman ini hidup di daerah tropis, bentuk pohonnya menyerupai tanaman jengkol dan termasuk ke dalam marga Archidendron. Walaupun buah ini berbau tidak sedap seperti jering dan petai, tetapi inilah yang menjadikan kabau sebagai sayuran yang banyak dikonsumsi layaknya kedua tumbuhan tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kabau merupakan buah yang beraroma tidak sedap yang dapat dikonsumsi. Nama lain dari kabau adalah jering hutan atau jering tupai.
Ada beberapa spesies Archidendron yang disebut-sebut sebagai kabau atau jering hutan,karena memang umumnya berupa tumbuhan liar yang tumbuh di hutan-hutan di Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaya, Filipina, bahkan juga Jawa.
Dari antaranya yang paling dikenal adalah A. bubalinum, dengan polongan berbentuk silinder pendek berwarna kehijauan dan biji berbentuk tablet besar berwarna hitam keunguan atau kecokelatan. (*)