Hame-Hame

Vaksin Virus Corona dari China Diuji di Indonesia? Ini Penjelasan Bio Farma

Vaksin Sinovac (Foto Net)

JAKARTA –  Vaksin Sinovac, kandidat vaksin virus corona, yang berasal dari China telah tiba di Indonesia.

Rencananya, vaksin Covid-19 ini akan diuji klinis fase III di Indonesia pada Agustus mendatang.

Melalui akun Twitternya, @jokowi, Presiden Joko Widodo juga menyampaikan rencana uji klinis vaksin virus corona dari Sinovac tersebut.

“Kita akan melaksanakan uji klinis vaksin Covid-19 tahap ketiga dengan melibatkan 1.620 sukarelawan. Proses dan protokolnya mendapat pendampingan secara ketat oleh BPOM. Apabila berhasil, BUMN Bio Farma siap memproduksi vaksin ini dengan kapasitas 100 juta dosis per tahun,” demikian Jokowi.

Berbagai komentar dan pertanyaan warganet muncul, di antaranya, mengapa vaksin itu diuji coba klinis di Indonesia?

“Mending jangan diuji coba pak. Karena bapak menggunakan kata ” Apabila berhasil”.. Itu kata yg mencerminkan ketidak yakinan. Jangan jadikan rakyat kita jadi kelinci percobaan.,” tulis akun @taufik_waha08.

“Ijin bertanya KANGMAS. Bagaimana jika: ANDAIKATA TIDAK BERHASIL aliyas GAGAL? Bagaimana nasib 1.620 Sukarelawan Tahap ke 3 itu?” komentar akun @RadenKianSayang.

Seperti diberitakan, Bio Farma dan Universitas Padjadajaran akan melakukan uji klinis tahap 3 untuk vaksin Covid-19 dari Sinovac, China.

Jumlah vaksin yang diterima Bio Farma dari China sebanyak 2.400 vaksin. Saat ini, vaksin itu tengah dalam tahap pengujian di internal laboratorium Bio Farma.

Dalam uji klinis pada Agustus mendatang, rencananya akan melibatkan lebih dari 1.600 relawan.

Mengapa vaksin Covid-19 ini diuji coba klinis di Indonesia?

Sekretaris Perusahaan PT Bio Farma Bambang Heriyanto menjelaskan, uji klinis vaksin yang dilakukan di negara lain adalah sesuatu hal yang lumrah.

“Ini hal lumrah dan berlaku untuk semua di seluruh dunia untuk uji klinis. Bio Farma juga pernah melakukan itu. Pernah uji klinis suatu produk dilakukan di Swedia, Afrika. Memang enggak ada masalah,” ujar Bambang dihubungi Kompas.com, Kamis (23/7/2020).

Uji klinis fase ketiga vaksin Sinovac ini tak hanya dilakukan di Indonesia. Uji klinis juga dilakukan di Brazil, Turki, dan Cile.

Alasan lainnya, kata Bambang, saat ini kasus Covid-19 di China sendiri sudah menunjukkan penurunan.

Sementara, kasus di Indonesia, Brazil, dan Cile masih terjadi peningkatan dengan angka yang tinggi.

Bambang mengungkapkan, ada keuntungan bagi Indonesia dengan uji klinis ini. Keuntungannya, kita bisa mengetahui langsung respons vaksin virus  corona pada penduduk Indonesia.

Dengan demikian, bisa dilihat kesesuaiannya dibandingkan jika harus membeli vaksin yang sudah jadi.

Bambang menjelaskan, vaksin Sinovac yang akan diuji klinis di Indonesia juga telah melalui sejumlah tahap pengujian sehingga aman untuk diujikan pada manusia.

Ia menjelaskan, baik vaksin ataupun obat sesuai standar WHO harus dilakukan uji dari uji hewan terlebih dahulu atau yang disebut dengan praklinis.

Selanjutnya, baru dilakukan uji klinis pada manusia.

“Uji hewannya bisa macam-macam. Bisa marmut, monyet, dan sebagainya. Ada standar. Ini untuk melihat vaksin aman atau enggak untuk manusia dan melihat khasiatnya di hewan,” kata Bambang.

Setelah uji praklinis, dilakukan uji pada manusia yang meliputi fase I, II, dan III.

Adapun, vaksin Sinovac yang akan diuji klinis di Indonesia telah memasuki fase ketiga.

Uji klinis fase I adalah uji yang digunakan untuk melihat keamanan yang melibatkan sekitar 50 – 100 orang. Jika fase I ini lulus, baru lanjut ke uji berikutnya.

Adapun uji klinis fase II melibatkan lebih banyak orang yakni sekitar 100 – 400 orang.

“Ini untuk melihat efektivitas vaksin baru itu. Dia menghasilkan kekebalan enggak. Kalau yang diujikan di fase II obat, benar enggak dia menyembuhkan. Fase II termasuk melihat efek samping,” ujar Bambang.

Sementara, fase III melihat khasiat, efektivitas, dan reaksi atau efek samping yang muncul.

Adapun partisipan yang diuji lebih banyak yakni 500 – 1.000 atau 2.000 orang.

Ia menyebut, jika fase ketiga lulus maka selanjutnya akan lanjut ke tahap perizinan regulator masing-masing negara.

Di Indonesia, melalui BPOM untuk mendapat izin edar di masyarakat.

Saat beredar di masyarakat, penggunaannya juga tetap dimonitor.

Ia menyebut, dari keseluruhan uji, jika salah satu uji mengalami kegagalan, maka uji harus diulang dari tahap awal.

“Baik di praklinis atau uji fase satu dan dua. Kalau gagal, diulang semua. Artinya, obat enggak layak,” kata Bambang.

Mengenai efek samping pada relawan jika uji klinis ini gagal, Bambang mengatakan, tak ada efek apa pun.

“Ya enggak (ada efek). Paling enggak ada respona (kekebalan). Kan keamanan sudah diuji di fase I, II, juga sudah diuji di binatang,” ujar Bambang.(*)
Sumber: kompas.com

Exit mobile version