Hasil Survey: 42,6 % Anak Bosan dan Ingin Kembali ke Sekolah

Pendidikan256 Dilihat
banner 468x60

YAYASAN Sosial Kemanusiaan Wahana Visi Indonesia, memaparkan sejumlah dampak aspek kehidupan anak akibat pandemik Covid-19 di berbagai daerah di Tanah Air.

“Hasil penilaian cepat ini mengkaji pendidikan, perlindungan anak, akses layanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan dasar akan makanan bergizi saat pandemik,” ujar Program Quality and Accountability Manager Wahana Visi Indonesia Cahyo Prihadi dalam webinar yang dilakukan secara daring, Kamis (2/7/2020).

banner 336x280

Cahyo mengatakan, studi ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan 12 sampai 18 Mei.

Penilaian ini melibatkan 900 rumah tangga dari kalangan menengah ke bawah dengan responden 943 anak di 251 desa di 35 kabupaten/kota di Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Timur, Bengkulu, Sumatra Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Papua, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur.

Cahyo mengungkapkan hasil penilaian cepat di bidang pendidikan, penutupan sekolah selama masa pandemi memang memaksa anak untuk belajar dari rumah. Namun kenyataannya, hanya 68 persen anak yang mempunyai akses program belajar dari rumah

“Selebihnya kesulitan mendapatkan akses karena diliburkan, kurangnya arahan maupun minimnya fasilitas. Hanya sekitar 30 persen anak yang memiliki akses untuk mengikuti program belajar dari rumah secara daring melalui berbagai aplikasi seperti Zoom, Google Meet, atau WhatsApp,” ujarnya.

Cahyo menambahkan sekitar 36 persen anak belajar dengan metode luring (luar jaringan) dengan kunjungan rumah, belajar melalui TV dan radio.

“Dari penilaian cepat juga sekitar 57,4 persen anak menikmati belajar dari rumah sedangkan sekitar 42,6 persen anak merasa bosan dan ingin kembali ke sekolah untuk belajar dan bertemu dengan teman-temannya,” paparnya.

Cahyo mengakui metode belajar tersebut menghadapi tantangan seperti koneksi internet dan kuota/data seluler, minimnya fasilitas belajar mengajar seperti papan tulis dan buku teks, hingga minimnya panduan dan kapasitas sekolah.

Selain itu, terjadi perubahan pola asuh dan anak kurang mendapatkan pengawasan dari orang dewasa.

“Dua dari tiga anak tidak mendapat pengawasan berkala saat mengakses internet yang dapat meningkatkan risiko terpapar konten negatif,” imbuhnya.

Selain itu, dari hasil survei hampir dua per tiga anak mengaku mengalami kekerasan verbal dari orangtua walau pun hasil survei kepada orang tua menunjukkan hal kontradiktif.

Lebih dari separuh anak tidak mengetahui mekanisme rujukan kasus kekerasan terhadap anak.

“Semakin banyak anak berisiko mengalami tekanan psikososial seperti khawatir ketinggalan pelajaran dan khawatir tertular virus. Selain itu tekanan sosial ekonomi yang dialami orang tua juga turut dirasakan oleh anak,” ucapnya

“Hal ini berdampak langsung pada kecukupan nutrisi anak. Lebih dari 50 persen rumah tangga tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan bergizi seimbang karena menurunnya pendapatan keluarga,” imbuhnya.(*)
Sumber: idntimes.com

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *